Bahasa Indonesia, Dimaknai Untuk Dicintai
Indonesia
memang dikenal dunia sebagai negara kepulauan yang kaya dan besar. Kekayaan alamnya
tidak dapat tertandingi, begitu pula dengan kekayaan adat dan budayanya.
Gugusan pulau-pulau kecil yang terbentang dari Sabang sampai Merauke seakan memacu
rasa penasaran untuk mengarunginya satu per satu.
Tapi
tidak banyak yang menyadari akan hadirnya satu Mahakarya ditengah semua itu.
Mahakarya itu adalah Bahasa Indonesia. Bahasa
Indonesia disebut sebagai sebuah mahakarya karena memiliki nilai historis yang
begitu luar biasa. Dan menurut saya, salah satu cara untuk dapat mencintai
Bahasa Indonesia adalah dengan memahami nilai-nilai historis dari Bahasa
Indonesia itu sendiri.
Jika
ditanya, apa sih nilai historis yang dimiliki oleh Bahasa Indonesia sehingga dikatakan
sebagai suatu mahakarya? Jika kita pernah mendengar yang namanya SUMPAH PEMUDA
yang merupakan hasil dari Kongres Pemuda II pada tahun 1928, maka cobalah
didalami kembali maknanya.
Sumpah
Pemuda bukan merupakan sumpah biasa seperti yang diucapkan anak-anak kecil
dalam kesehariannya, bukan juga layaknya sumpah-sumpah gombal seorang kekasih
kepada pasangannya. Melainkan sumpah pemuda merupakan sebuah janji, sebuah
ikrar, sebuah keputusan, sebuah kesadaran dan sebuah pengakuan yang dilakukan
oleh para pemuda Indonesia kala itu yang mengakui bahwa Bahasa Indonesia
haruslah menjadi bahasa pemersatu bangsa Indonesia ditengah banyaknya bahasa
daerah di Indonesia.
Lalu,
apa yang membuat sumpah tersebut menjadi istimewa? Bukankah sudah sewajarnya
jika para pemuda mengakui bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu?
Sumpah
pemuda terjadi pada tahun 1928, artinya para pemuda yang hadir dalam kongres
pemuda II kala itu telah melahirkan dan telah mengakui Bahasa Indonesia sebagai
bahasa persatuan bahkan bertahun-tahun sebelum Indonesia mendapatkan
kemerdekaannya pada tahun 1945.
Jika
kita menelisik lebih dalam lagi, terdapat makna tersirat dari sumpah pemuda
ini. Mereka secara tidak langsung telah berjanji bahwa apapun yang terjadi,
ketika hari itu mereka berkumpul dalam Kongres Pemuda II, Indonesia harus bisa
memperjuangkan kemerdekaannya, dan untuk memudahkan dalam melakukan interaksi
mari gunakan Bahasa Indonesia. Artinya adalah, Bahasa Indonesia juga menjadi
bagian dari strategi para pemuda pada saat itu untuk meraih kemerdekaan
Indonesia.
Kira-kira
begitulah sedikit ulasan terkait nilai historis dari Bahasa Indonesia. Lalu,
bagaimana keadaan Bahasa Indonesia saat ini? Masih adakah semangat para pemuda
pada tahun 1928 di dalam jiwa para pemuda millenials
saat ini? Di tengah pengaruh globalisasi, modernisasi dan ditambah rasa gengsi,
masihkan Bahasa Indonesia menjadi bahasa kebanggaan para pemuda? Pertanyaan ini
tidak untuk diperdebatkan, tetapi cukup untuk direnungkan.
Komentar
Posting Komentar